Hajinya para wali Allah
oleh Mahodum Hsb pada 18 September 2011 jam 22:10
Salah seorang murid Syaikh Syibli rah.a. baru pulang dari menunaikan ibadah haji. Maka Syaikh Syibli rah.a. mengajukan beberapa pertanyaan. Si murid menceritakan bahwa Syaikh bertanya kepadanya, “Apakah engkau telah berniat kuat untuk menunaikan haji?”
Saya menjawab, “Ya, saya telah berniat kuat menunaikan haji.” Syaikh bertanya, “Apakah engkau juga berniat untuk meninggalkan semua kehendak-kehendakmu sejak engkau lahir sampai hari ini yang bertentangan dengan ibadah haji?” Saya menjawab, “Tidak, saya tidak berniat seperti itu.” Syaikh berkata, “Kalau begitu engkau belum berniat haji.” Syaikh bertanya, “Apakah engkau melepaskan pakaian yang ada di badanmu ketika engkau mengenakan pakaian ihram?” Saya menjawab, “Ya, saya telah melepaskan semua pakaian yang saya kenakan.” Syaikh bertanya, “Apakah engkau telah memisahkan segala sesuatu selain Allah swt. dari dirimu ketika itu?” Saya menjawab, “Tidak.” Syaikh berkata, “Lalu apa gunanya melepaskan pakaian?” Syaikh bertanya, “Apakah engkau telah bersuci dengan berwudhu dan mandi?” Saya menjawab, “Ya, saya benar-benar telah bersuci.” Syaikh bertanya, “Pada waktu itu, apakah engkau telah bersih dari segala macam kotoran dan kesalahan?” Saya menjawab, “Kalau yang itu, belum.” Syaikh berkata, “Lalu, kesucian macam apa yang telah engkau hasilkan?” Syaikh bertanya, "Apakah engkau mengucapkan Labbaik?" Saya menjawab, "Ya, saya telah mengucapkan Labbaik." Syaikh bertanya, "Apakah engkau mendapat jawaban Labbaik?" Saya menjawab, "Tidak, saya tidak mendengar jawabannya." Syaikh berkata, "Kalau begitu, engkau belum mengucapkan Labbaik." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah masuk ke tanah Haram?" Saya menjawab, "Ya, saya telah masuk ke tanah Haram." Syaikh bertanya, "Apakah pada waktu itu engkau telah berazam untuk meninggalkan semua perkara yang haram untuk selama-lamanya?" Saya menjawab, "Kalau yang itu saya belum melakukannya." Syaikh bertanya, "Kalau begitu, engkau belum masiik di tanah Haram." Syaikh berkata, "Apakah engkau telah mengunjungi Makkah?" Saya menjawab, "Ya, saya telah mengunjunginya." Syaikh bertanya, "Apakah pada waktu itu engkau ingat kampung akhirat?" Saya menjawab, "Tidak." Syaikh berkata, "Kalau begitu engkau belum mengunjungi Makkah." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah masuk di Masjidil Haram?" Saya menjawab, "Ya, saya telah masuk di Masjidil-Haram." Syaikh bertanya, "Apakah pada saat itu engkau merasa masuk di dekat Allah swt.?" Saya menjawab, "Saya tidak merasa." Syaikh berkata, "Berarti engkau belum masuk di Masjidil-Haram." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah datang di Ka'bah?" Saya menjawab, "Ya, saya telah datang di Ka'bah." Syaikh bertanya, "Apakah engkau melihat sesuatu yang karenanya engkau mendatangi Ka'bah?" Saya menjawab, "Saya tidak melihatnya." Syaikh berkata, "Kalau begitu engkau belum melihat Ka'bah." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah melakukan Raml di dalam Thawaf?" (Raml adalah cara berlarian yang khusus). Saya menjawab, "Ya, saya melakukannya." Syaikh bertanya, "Apakah dalam berlarian itu engkau telah lari dari dunia sehingga engkau merasa bahwa engkau telah terlepas dari dunia?" Saya menjawab, "Saya belum merasakannya." Syaikh berkata, "Kalau begitu engkau belum melakukan Raml." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah mencium Hajar-Aswad dengan meletakkan tangan di atasnya?" Saya menjawab, "Ya, saya telah melakukannya." Maka Syaikh merasa ketakutan dan keluar dari mulutnya suara aah yang panjang. Lalu ia berkata, "Celaka, tahukah engkau bahwa barang siapa yang mencium Hajar Aswad dengan meletakkan tangan di atasnya, seakan-akan ia telah bersalaman dengan Allah swt.. Dan barang siapa yang diajak bersalaman oleh Allah swt., ia dalam keadaan aman dari segala arah. Lalu apakah telah tampak kesan keamanan pada dirimu?" Saya berkata, "Tidak tampak pada diri saya kesan keamanan itu." Syaikh berkata, "Berarti engkau belum meletakkan tanganmu di atas Hajar Aswad." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah mengerjakan shalat sunah dua rakaat di Maqam Ibrahim?" Saya menjawab, "Ya, saya telah mengerjakannya." Syaikh bertanya, "Pada saat itu engkau telah sampai di martabat yang tinggi di hadapan Allah swt., apakah engkau telah menunaikan hak dari martabat itu, dan apakah engkau telah menyempurnakan maksud yang menjadikan engkau berdiri di tempat itu?" Saya menjawab, "Saya tidak melakukan apa-apa." Syaikh berkata, "Kalau begitu engkau belum mengerjakan shalat dua rakaat di Maqam Ibrahim." Syaikh bertanya, "Apakah engkau naik ke bukit Shafa ketika melakukan Sa'i antara Shafa dan Marwah?" Saya menjawab, "Ya, saya telah naik di bukit Shafa." Syaikh bertanya, "Apa yang engkau lakukan di sana?" Saya menjawab, "Saya mengucapkan takbir sebanyak 7 (tujuh) kali dan berdoa supaya haji saya diterima." Syaikh bertanya, "Apakah para malaikat mengucapkan takbir bersama ucapan takbirmu dan apakah mau menyadari akan hakikat takbirmu?" Saya menjawab, "Tidak." Syaikh berkata, "Berarti engkau belum mengucapkan takbir." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah turun dari Shafa?" Saya menjawab, "Ya, saya turun darinya." Syaikh bertanya, "Apakah pada waktu itu engkau telah bersih dari segala keburukan?" Saya menjawab, 'Tidak." Syaikh berkata, "Engkau belum naik di bukit Shafa dan belum turun darinya." Syaikh bertanya, "Apakah engkau berlari antara Shafa dan Marwah?" Saya menjawab, "Ya." Syaikh bertanya, "Pada waktu itu apakah engkau telah berlari dari segala sesuatu dan telah sampai kepada Allah swt.. (Kemungkinan menunjuk kepada ayat dalam surat Syuara' yang menerangkan kisah Nabi Musa a.s. "Aku lari darimu apabila aku takut kepadamu." dan "Dan berlarilah menuju Allah.") Saya menjawab, "Tidak." Syaikh berkata, "Engkau belum berlari antara Shafa dan Marwah." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah naik di bukti Marwah?" Saya menjawab, "Ya, saya telah naik di atasnya." Syaikh bertanya, "Apakah sakinah turun ke atasmu dan engkau mendapatkan sakinah secara sempurna?" Saya menjawab, "Tidak." Syaikh berkata, "Engkau belum naik ke atas bukit Marwah." Syaikh bertanya, "Apakah di sana engkau telah menumpahkan harapan kepada Allah swt. yang tidak disertai dengan perbuatan dosa?" Saya menjawab, "Itu belum bisa." Syaikh berkata, "Engkau belum pergi ke Mina." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah masuk di Masjid Khaif (yang berada di Mina)?" Saya menjawab, "Ya, saya masuk di dalamnya." Syaikh bertanya, "Apakah engkau pada waktu itu merasa takut kepada Allah swt. yang tidak pernah engkau rasakan pada saat yang lain?" Saya menjawab, "Tidak." Syaikh berkata, "Engkau belum masuk di masjid Khaif." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah sampai di padang Arafah?" Saya menjawab, "Ya, saya sampai di sana." Syaikh bertanya, "Waktu di sana, apakah engkau mengetahui apa maksudnya engkau datang di dunia, apa yang sedang engkau kerjakan, dan sekarang mau pergi ke mana, dan apakah engkau mengenali perkara-perkara yang mengingatkan keadaan itu?" Saya menjawab, "Tidak." Syaikh berkata, "Engkau juga belum pergi ke Arafah." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah pergi ke Muzdalifah?" Saya menjawab, "Ya, saya telah pergi ke sana." Syaikh bertanya, "Apakah engkau di sana berdzikir kepada Allah swt. sedemikian rupa sehingga selain Allah swt. terlupakan?" (Sebagaimana yang telah disebutkan oleh ayat "Dan ingatlah Allah di Masy'aril Haram.)" Saya menjawab, "Saya tidak melakukan seperti itu." Syaikh berkata, "Kalau begitu engkau tidak sampai di Muzdalifah." Syaikh bertanya, "Apakah engkau menyembelih binatang kurban di Mina?" Saya menjawab, "Ya." Syaikh bertanya, "Apakah pada waktu itu engkau telah menyembelih nafsumu?" Saya menjawab, "Tidak."
Syaikh berkata, "Berarti engkau belum menyembelih binatang kurban." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah melempar Jumrah (melempar syaitan dengan kerikil)?" Saya menjawab, "Ya, saya telah melempar Jumrah." Syaikh bertanya, "Bersamaan dengan setiap batu apakah engkau telah melemparkan satu kejahilanmu yang lalu dan merasakan bertambahnya ilmu?" Saya menjawab, "Tidak." Syaikh berkata, "Engkau juga belum melempar Jumrah." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah melakukan Thawaf Ifadhah?" Saya menjawab, "Ya, saya telah melakukannya." Syaikh bertanya, "Pada waktu itu adakah suatu hakikat terbuka ke atasmu, dan apakah telah turun ke atasmu kehormatan dan jamuan dari Allah swt.?, karena Rasulullah saw. bersabda, "Orang yang pergi haji dan Umrah adalah orang yang menziarahi Allah swt.. Dan orang yang diziarahi punya kewajiban untukmenuliskan dan menghormati orang-orang yang menziarahinya." Saya menjawab, "Tidak ada sesuatu hakikat yang terbuka kepada saya." Syaikh berkata, "Engkau juga belum melakukan Thawaf Ifadhah." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah bertahallul? (Tahallul adalah melepaskan pakaian ihram). Saya menjawab, "Ya, saya telah bertahallul." Syaikh berkata, "Engkau juga belum bertahallul." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah melakukan Thawaf Wada'?" Saya menjawab, "Ya, saya telah melakukannya." Syaikh bertanya, "Apakah waktu itu engkau telah mengucapkan selamat tinggal dengan sepenuhnya kepada jiwa ragamu (hawa nafsumu)?" Saya menjawab, "Tidak." Syaikh berkata, "Engkau belum melakukan Thawaf Wada'." Kemudian Syaikh berkata, "Pergi hajilah kembali, dan tunaikanlah haji sebagaimana yang telah saya terangkan kepadamu secara terperinci tadi."
Saya menjawab, “Ya, saya telah berniat kuat menunaikan haji.” Syaikh bertanya, “Apakah engkau juga berniat untuk meninggalkan semua kehendak-kehendakmu sejak engkau lahir sampai hari ini yang bertentangan dengan ibadah haji?” Saya menjawab, “Tidak, saya tidak berniat seperti itu.” Syaikh berkata, “Kalau begitu engkau belum berniat haji.” Syaikh bertanya, “Apakah engkau melepaskan pakaian yang ada di badanmu ketika engkau mengenakan pakaian ihram?” Saya menjawab, “Ya, saya telah melepaskan semua pakaian yang saya kenakan.” Syaikh bertanya, “Apakah engkau telah memisahkan segala sesuatu selain Allah swt. dari dirimu ketika itu?” Saya menjawab, “Tidak.” Syaikh berkata, “Lalu apa gunanya melepaskan pakaian?” Syaikh bertanya, “Apakah engkau telah bersuci dengan berwudhu dan mandi?” Saya menjawab, “Ya, saya benar-benar telah bersuci.” Syaikh bertanya, “Pada waktu itu, apakah engkau telah bersih dari segala macam kotoran dan kesalahan?” Saya menjawab, “Kalau yang itu, belum.” Syaikh berkata, “Lalu, kesucian macam apa yang telah engkau hasilkan?” Syaikh bertanya, "Apakah engkau mengucapkan Labbaik?" Saya menjawab, "Ya, saya telah mengucapkan Labbaik." Syaikh bertanya, "Apakah engkau mendapat jawaban Labbaik?" Saya menjawab, "Tidak, saya tidak mendengar jawabannya." Syaikh berkata, "Kalau begitu, engkau belum mengucapkan Labbaik." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah masuk ke tanah Haram?" Saya menjawab, "Ya, saya telah masuk ke tanah Haram." Syaikh bertanya, "Apakah pada waktu itu engkau telah berazam untuk meninggalkan semua perkara yang haram untuk selama-lamanya?" Saya menjawab, "Kalau yang itu saya belum melakukannya." Syaikh bertanya, "Kalau begitu, engkau belum masiik di tanah Haram." Syaikh berkata, "Apakah engkau telah mengunjungi Makkah?" Saya menjawab, "Ya, saya telah mengunjunginya." Syaikh bertanya, "Apakah pada waktu itu engkau ingat kampung akhirat?" Saya menjawab, "Tidak." Syaikh berkata, "Kalau begitu engkau belum mengunjungi Makkah." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah masuk di Masjidil Haram?" Saya menjawab, "Ya, saya telah masuk di Masjidil-Haram." Syaikh bertanya, "Apakah pada saat itu engkau merasa masuk di dekat Allah swt.?" Saya menjawab, "Saya tidak merasa." Syaikh berkata, "Berarti engkau belum masuk di Masjidil-Haram." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah datang di Ka'bah?" Saya menjawab, "Ya, saya telah datang di Ka'bah." Syaikh bertanya, "Apakah engkau melihat sesuatu yang karenanya engkau mendatangi Ka'bah?" Saya menjawab, "Saya tidak melihatnya." Syaikh berkata, "Kalau begitu engkau belum melihat Ka'bah." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah melakukan Raml di dalam Thawaf?" (Raml adalah cara berlarian yang khusus). Saya menjawab, "Ya, saya melakukannya." Syaikh bertanya, "Apakah dalam berlarian itu engkau telah lari dari dunia sehingga engkau merasa bahwa engkau telah terlepas dari dunia?" Saya menjawab, "Saya belum merasakannya." Syaikh berkata, "Kalau begitu engkau belum melakukan Raml." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah mencium Hajar-Aswad dengan meletakkan tangan di atasnya?" Saya menjawab, "Ya, saya telah melakukannya." Maka Syaikh merasa ketakutan dan keluar dari mulutnya suara aah yang panjang. Lalu ia berkata, "Celaka, tahukah engkau bahwa barang siapa yang mencium Hajar Aswad dengan meletakkan tangan di atasnya, seakan-akan ia telah bersalaman dengan Allah swt.. Dan barang siapa yang diajak bersalaman oleh Allah swt., ia dalam keadaan aman dari segala arah. Lalu apakah telah tampak kesan keamanan pada dirimu?" Saya berkata, "Tidak tampak pada diri saya kesan keamanan itu." Syaikh berkata, "Berarti engkau belum meletakkan tanganmu di atas Hajar Aswad." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah mengerjakan shalat sunah dua rakaat di Maqam Ibrahim?" Saya menjawab, "Ya, saya telah mengerjakannya." Syaikh bertanya, "Pada saat itu engkau telah sampai di martabat yang tinggi di hadapan Allah swt., apakah engkau telah menunaikan hak dari martabat itu, dan apakah engkau telah menyempurnakan maksud yang menjadikan engkau berdiri di tempat itu?" Saya menjawab, "Saya tidak melakukan apa-apa." Syaikh berkata, "Kalau begitu engkau belum mengerjakan shalat dua rakaat di Maqam Ibrahim." Syaikh bertanya, "Apakah engkau naik ke bukit Shafa ketika melakukan Sa'i antara Shafa dan Marwah?" Saya menjawab, "Ya, saya telah naik di bukit Shafa." Syaikh bertanya, "Apa yang engkau lakukan di sana?" Saya menjawab, "Saya mengucapkan takbir sebanyak 7 (tujuh) kali dan berdoa supaya haji saya diterima." Syaikh bertanya, "Apakah para malaikat mengucapkan takbir bersama ucapan takbirmu dan apakah mau menyadari akan hakikat takbirmu?" Saya menjawab, "Tidak." Syaikh berkata, "Berarti engkau belum mengucapkan takbir." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah turun dari Shafa?" Saya menjawab, "Ya, saya turun darinya." Syaikh bertanya, "Apakah pada waktu itu engkau telah bersih dari segala keburukan?" Saya menjawab, 'Tidak." Syaikh berkata, "Engkau belum naik di bukit Shafa dan belum turun darinya." Syaikh bertanya, "Apakah engkau berlari antara Shafa dan Marwah?" Saya menjawab, "Ya." Syaikh bertanya, "Pada waktu itu apakah engkau telah berlari dari segala sesuatu dan telah sampai kepada Allah swt.. (Kemungkinan menunjuk kepada ayat dalam surat Syuara' yang menerangkan kisah Nabi Musa a.s. "Aku lari darimu apabila aku takut kepadamu." dan "Dan berlarilah menuju Allah.") Saya menjawab, "Tidak." Syaikh berkata, "Engkau belum berlari antara Shafa dan Marwah." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah naik di bukti Marwah?" Saya menjawab, "Ya, saya telah naik di atasnya." Syaikh bertanya, "Apakah sakinah turun ke atasmu dan engkau mendapatkan sakinah secara sempurna?" Saya menjawab, "Tidak." Syaikh berkata, "Engkau belum naik ke atas bukit Marwah." Syaikh bertanya, "Apakah di sana engkau telah menumpahkan harapan kepada Allah swt. yang tidak disertai dengan perbuatan dosa?" Saya menjawab, "Itu belum bisa." Syaikh berkata, "Engkau belum pergi ke Mina." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah masuk di Masjid Khaif (yang berada di Mina)?" Saya menjawab, "Ya, saya masuk di dalamnya." Syaikh bertanya, "Apakah engkau pada waktu itu merasa takut kepada Allah swt. yang tidak pernah engkau rasakan pada saat yang lain?" Saya menjawab, "Tidak." Syaikh berkata, "Engkau belum masuk di masjid Khaif." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah sampai di padang Arafah?" Saya menjawab, "Ya, saya sampai di sana." Syaikh bertanya, "Waktu di sana, apakah engkau mengetahui apa maksudnya engkau datang di dunia, apa yang sedang engkau kerjakan, dan sekarang mau pergi ke mana, dan apakah engkau mengenali perkara-perkara yang mengingatkan keadaan itu?" Saya menjawab, "Tidak." Syaikh berkata, "Engkau juga belum pergi ke Arafah." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah pergi ke Muzdalifah?" Saya menjawab, "Ya, saya telah pergi ke sana." Syaikh bertanya, "Apakah engkau di sana berdzikir kepada Allah swt. sedemikian rupa sehingga selain Allah swt. terlupakan?" (Sebagaimana yang telah disebutkan oleh ayat "Dan ingatlah Allah di Masy'aril Haram.)" Saya menjawab, "Saya tidak melakukan seperti itu." Syaikh berkata, "Kalau begitu engkau tidak sampai di Muzdalifah." Syaikh bertanya, "Apakah engkau menyembelih binatang kurban di Mina?" Saya menjawab, "Ya." Syaikh bertanya, "Apakah pada waktu itu engkau telah menyembelih nafsumu?" Saya menjawab, "Tidak."
Syaikh berkata, "Berarti engkau belum menyembelih binatang kurban." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah melempar Jumrah (melempar syaitan dengan kerikil)?" Saya menjawab, "Ya, saya telah melempar Jumrah." Syaikh bertanya, "Bersamaan dengan setiap batu apakah engkau telah melemparkan satu kejahilanmu yang lalu dan merasakan bertambahnya ilmu?" Saya menjawab, "Tidak." Syaikh berkata, "Engkau juga belum melempar Jumrah." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah melakukan Thawaf Ifadhah?" Saya menjawab, "Ya, saya telah melakukannya." Syaikh bertanya, "Pada waktu itu adakah suatu hakikat terbuka ke atasmu, dan apakah telah turun ke atasmu kehormatan dan jamuan dari Allah swt.?, karena Rasulullah saw. bersabda, "Orang yang pergi haji dan Umrah adalah orang yang menziarahi Allah swt.. Dan orang yang diziarahi punya kewajiban untukmenuliskan dan menghormati orang-orang yang menziarahinya." Saya menjawab, "Tidak ada sesuatu hakikat yang terbuka kepada saya." Syaikh berkata, "Engkau juga belum melakukan Thawaf Ifadhah." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah bertahallul? (Tahallul adalah melepaskan pakaian ihram). Saya menjawab, "Ya, saya telah bertahallul." Syaikh berkata, "Engkau juga belum bertahallul." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah melakukan Thawaf Wada'?" Saya menjawab, "Ya, saya telah melakukannya." Syaikh bertanya, "Apakah waktu itu engkau telah mengucapkan selamat tinggal dengan sepenuhnya kepada jiwa ragamu (hawa nafsumu)?" Saya menjawab, "Tidak." Syaikh berkata, "Engkau belum melakukan Thawaf Wada'." Kemudian Syaikh berkata, "Pergi hajilah kembali, dan tunaikanlah haji sebagaimana yang telah saya terangkan kepadamu secara terperinci tadi."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar